Oleh : Khairiyah Rizkiyah, SST
Staf Badan Pusat Statistik Prov. Maluku
Utara
Pada bulan November 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Berita
Resmi Statistik bahwa Kota Ternate mengalami deflasi sebesar 1,06 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 131,15. Sedangkan Nasional mengalami Inflasi sebesar 0,20
persen dengan IHK sebesar 130,34. Deflasi Kota Ternate yang sebesar 1.06 persen
adalah perbandingan harga komoditas di Kota Ternate pada bulan November
dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu Oktober. Sedangkan angka IHK sebesar
131,15 adalah angka indeks tunggal yang menggambarkan harga saat ini di Kota
Ternate dibandingkan harga pada tahun dasar.
Deflasi artinya terjadi penurunan pada
presentase IHK, dan kebalikannya, Inflasi artinya terjadi kenaikan presentase
IHK. Namun tahukah anda apa sebenarnya Inflasi itu?
Inflasi merupakan
persentase kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi
rumah tangga. Ada barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak
jarang ada barang/jasa yang harganya justru turun. Hitungan perubahan harga
tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index
(CPI).
Sebagai contoh seorang buruh yang
mendapatkan upah Rp 150.000 per hari, dia mampu membeli 4 kg ikan dan 5 kg
beras pada tahun 2016, namun pada tahun 2017 dengan upah yang sama, dia hanya
mampu membeli 2 kg ikan dan 5 kg beras. Dari kasus tersebut terlihat bahwa
terjadi kenaikan harga pada ikan yang menyebabkan berkurangnya daya beli
masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan Inflasi menjadi salah satu indikator
penting dalam perekonomian serta dasar pemerintah untuk menetapkan berbagai kebijakan
ekonomi di Indonesia, khususnya terkait harga berbagai jenis barang dan jasa.
Untuk
dapat menghitung IHK, diperlukan suatu titik awal penghitungan (IHK = 100)
berupa diagram timbang yang mencakup semua jenis barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat, serta nilai konsumsinya masing-masing. Diagram timbang tersebut disusun dari data
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan dilaksanakan dalam sebuah survei yang
diberi nama Survei Biaya Hidup (SBH). SBH dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali
dan mecakup pengeluaran makanan, non makanan dan keterangan sosial ekonomi pada
rumah tangga daerah perkotaan.
SBH sendiri pertama kali dilakukan di
Indonesia tahun 1989, berlanjut ke tahun
2002, 2007, dan yang paling terakhir adalah pada tahun 2012 (SBH2012). Pada
SBH2012, dilakukan pengumpulan data di 82 kota yang
terdiri dari 33 ibu kota provinsi termasuk Kota Ternate dan 49 kab/kota lainnya. Secara nasional, SBH2012 dilakukan pada 136.080 rumah tangga tersebar di 82 kota.
SBH dan Tahun Dasar Penghitungan Inflasi
Angka IHK atau inflasi
yang dirilis BPS sejak tahun 2014,
menggunakan tahun dasar 2012
yang berasal dari SBH2012. SBH2012 mencatat adanya 859
jenis komoditas yang digunakan masyarakat secara nasional. Komoditas ini
bervariasi jumlahnya antar kabupaten/kota, yaitu sekitar 224 – 461 komoditas di
setiap kabupaten/kota. Pada Kota Ternate sendiri tercatat adanya 398 komoditas
pada saat itu. Kemudian 398 komoditas itulah yang digunakan BPS sebagai dasar
komoditas untuk menghitung Inflasi Kota Ternate tiap bulannya hingga hari ini.
Yang perlu kita pahami bahwa SBH2012 yang lalu maupun
sebelumnya, tidak hanya sekedar mencatat paket komoditas (pakom) apa saja yang
dikonsumsi masyarakat, tapi juga mencatat pola konsumsi yang mencirikan keadaan sosial ekonomi
masyarakat tersebut secara geografis. Hasilnya, selain pakom juga didapatkan
nilai konsumsi tiap pakom untuk dijadikan diagram timbang (IHK = 100)
penghitungan Inflasi masing-masing kabupaten/kota dan nasional.
Kini 5 tahun telah berlalu sejak tahun 2012, malahan
sudah akan masuk 6 tahun. Tentunya jenis komoditas yang dikonsumsi
masyarakat sejak tahun 2012 hingga sekarang sudah banyak yang berubah. Perkembangan teknologi informasi, perubahan pendapatan masyarakat,
perubahan pola penawaran dan permintaan barang/jasa, perubahan kualitas dan
kuantitas barang/jasa, serta perubahan sikap dan perilaku masyarakat dapat
mengubah pola konsumsi masyarakat. Perubahan tersebut mengakibatkan paket komoditas (commodity
basket) dan diagram timbang hasil SBH2012 sudah tidak sesuai lagi untuk
menggambarkan keadaan sekarang secara tepat.
Sebagai contoh komoditas pulsa handphone yang sepertinya sudah menjadi
pengeluaran wajib dan rutin pada sebagian besar rumah tangga. Jumlah
pengeluaran untuk pulsa pada masyarakat di tahun 2012 tentunya sudah tidak sama
dengan tahun 2017, apalagi dengan adanya produk pulsa khusus paket data
beberapa tahun kebelakang. Jika pakom yang lama pasti mengalami perubahan,
maka kita
juga harus aware dengan komoditas baru yang belum
ada di tahun 2012 lalu. Sebutlah rokok elektrik atau jasa kirim online yang marak di pulau jawa dan sekitarnya. Semua perubahan ini
harus dicakup untuk dapat memberikan gambaran konsumsi masyarakat yang lebih
tepat.
SBH
tahun 2018
Dari uraian
diatas, dapat terlihat bahwa dasar penghitungan angka Inflasi, sudah perlu “diperbaharui”. Hal yang paling utama untuk diperbaharui adalah dari sisi macam jenis pakom yang dikonsumsi oleh masyarakat, kemudian nilai konsumsinya. Dari
sinilah akan dibangun diagram timbang penghitungan inflasi untuk lima tahun berikutnya. Maka pada tahun 2018, BPS kembali melaksanakan Survei Biaya Hidup
2018 (SBH2018) yang mencakup Kota Ternate.
Rangkaian kegiatan survei ini sudah dimulai sejak bulan Desember
2017 dan akan dilaksanakan hingga Desember 2018. SBH2018 dilaksanakan dengan metode
yang hampir sama dengan SBH sebelumnya, yaitu mengumpulkan data pengeluaran melalui
buku harian dan wawancara. Pengeluaran
yang dicakup adalah pengeluaran makanan dan non makanan, serta keterangan sosial
ekonomi rumah tangga sampel. Pengumpulan data dilakukan dalam beberapa
frekuensi, yaitu bulanan untuk pencatatan pengeluaran non makanan, dan triwulanan untuk pencatatan
keterangan sosial ekonomi serta pengeluaran makanan, dimana pengeluaran makanan
dicatat dalam buku harian selama seminggu.
Pada SBH2018
kali ini, dilakukan juga penambahan kota, yang tadinya berjumlah sebanyak 82
kota pada SBH2012, kini menjadi 90 kota pada SBH2018. Penambahan ini dilakukan
untuk menangkap adanya pusat-pusat perekonomian baru, menambah keterwakilan
geografis yang merepresentasikan wilayah topografis Indonesia (pantai, gunung
dsb), serta menambah keterwakilan dalam hal keunikan konsumsi masing-masing
wilayah di Indonesia. Total target sampel rumah tangga pada SBH2018 secara
nasional adalah sebanyak 141.600 rumah tangga. Sedangkan total jumlah sampel
pada Kota Ternate adalah sebanyak 1.200 rumah tangga.
Sayangnya sampai hari ini, hanya Kota Ternate yang masuk
sebagai Kota Inflasi dari Provinsi Maluku Utara. Sehingga pelaksanaan SBH2018
pun hanya dilakukan di Kota Ternate. Namun tidak menutup kemungkinan jika memang
ada Kabupaten/Kota lain di Maluku Utara yang dianggap menjadi barometer ekonomi
bagi Kabupaten/Kota sekitarnya, memenuhi kontinuitas pengumpulan data, serta diajukan
oleh Pemda, bisa saja Kabupaten/Kota
tersebut terpilih pada SBH berikutnya sebagai kota Inflasi Maluku Utara selain
Kota Ternate.
Inflasi merupakan salah satu indikator
penting yang menjadi dasar pengambilan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi.
SBH sebagai dasar titik hitung angka Inflasi, tentunya perlu diperbaharui
secara berkala untuk mendapatkan gambaran keadaan konsumsi masyarakat secara
tepat. Untuk dapat mencapainya, BPS berharap pelaksanaan SBH2018 dapat didukung oleh semua pihak, baik
masyarakat yang menjadi target sampel, maupun pemerintah daerah setempat.(*)
*Telah diterbitkan pada Harian Malut Post Edisi Sabtu, 6 Januari 2018
artikel lainnya yang telah dipublikasikan media :
0 komentar:
Post a Comment