Pembangunan : Infrastruktur atau Manusia?



Pembangunan: Infrastruktur atau  Manusia
Pembangunan: Infrastruktur atau  Manusia


Oleh : Khairiyah Rizkiyah, SST, Fungsional Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara



Kata pembangunan selalu memiliki arti yang luas pada implementasinya. Bahkan, definisi dan maknanya dapat menjadi berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia, seringkali pembangunan diartikan secara umum sebagai pembangunan infrastruktur. 


Makna Pembangunan
Pada negara berkembang, pembangunan lebih sering dikaitkan kepada infrastruktur. Pembangunan sarana dan prasarana di bidang umum, pendidikan dan kesehatan dijadikan satu patokan umum tentang standar pembangunan di Indonesia. Padahal, cakupan pembangunan tidak melulu hal yang bersifat fisik, tapi juga mencakup hal-hal non-fisik.
Pembangunan non-fisik mencakup peningkatan sumber daya manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, kesehatan, dan kehidupan yang layak.  Hal ini diwujudkan dalam bentuk usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dikenal dengan istilah pembangunan manusia. Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) menyebutkan bahwa pembangunan manusia, menempatkan manusia sebagai tujuan akhir  dari pembangunan, bukan alat pembangunan.
Analogi sederhana dari kedua pembangunan ini adalah, jika pembangunan infrastruktur diwujudkan dalam pembangunan gedung sekolah dan fasilitasnya, maka pembangunan manusia harus diwujudkan dalam bentuk kemampuan masyarakat untuk dapat menyokong anak-anaknya melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang tertentu. Pembangunan infrastruktur menghasilkan sarana dan prasarana, sementara pembangunan manusia menghasilkan kemampuan penduduk untuk mengaksesnya. Karena sebanyak apapun sekolah yang dibangun, jika  hanya separuh masyarakatnya yang mampu menikmati, tujuan pembangunan masih belum tercapai. Disinilah fungsi pembangunan manusia.
Jika pembangunan infrastruktur dapat dengan mudahnya diukur melalui jumlah dan persebaran lokusnya, pembangunan manusia butuh pengukuran yang lebih kompleks daripada itu. Pada tahun 1990, UNDP memperkenalkan metode pengukuran pembangunan manusia dalam sebuah angka indeks yang diberi nama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Melalui tiga dimensi dasar yaitu dimensi kesehatan, pendidikan dan ekonomi, IPM secara berkala setiap tahunnya menunjukkan tingkat pembangunan manusia antar negara di dunia. 



Pembangunan Manusia di Maluku Utara
Amartya Sen, pemenang nobel India pernah menggambarkan IPM sebagai “pengukuran yang vulgar” dikarenakan batasannya yang mencakup hal-hal lebih sensitif dan lebih berguna dibanding indeks yang hanya melihat pendapatan per-kapita saja. Pada dimensi kesehatan, pembangunan diukur melalui angka harapan hidup. Pada dimensi pendidikan, diukur melalui rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah. Sementara pada dimensi ekonomi, diukur melalui pengeluaran per-kapita yang disesuaikan.
            Secara umum, pembangunan manusia yang diukur dengan IPM terbagi pada empat kategori: sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Pada tahun 2017, IPM Maluku Utara (Malut)  masuk pada kategori sedang dengan nilai 67,2. Kategori ini masih lebih rendah dari IPM Nasional yang mencapai angka 70,81. Angka ini, menempatkan Indonesia pada kategori IPM tinggi yang sudah mulai dicapai sejak tahun lalu.
Meski IPM Nasional berkategori tinggi, pada level yang lebih rendah, akan terlihat bahwa masih ada pekerjaan rumah bagi Indonesia. Pada level kabupaten/kota, masih terdapat 32 daerah yang memilliki IPM rendah. Bahkan salah satunya, terdapat di Malut. Pulau Taliabu rupanya masih harus mengejar berbagai target pembangunan manusia untuk dapat setara dengan kabupaten/kota lain di Malut. Hampir seluruh kabupaten/kota lainnnya di Malut, memliki IPM berkategori sedang. Bahkan Ternate, berhasil menjadi wilayah dengan IPM berkategori tinggi.
Menurut anggota Banggar DPRD Malut Novino Lobiua, bantuan anggaran APBD Provinsi ke Pulau Taliabu selama satu tahun hanya sebesar 30% dari yang diterima Kabupaten/Kota lain seperti halmahera selatan dan halmahera utara (Antara, 2018). Padahal, infrastruktur Pulau Taliabu dinilai masih minim. Di tahun 2018 ini, dana pemerintah ke Pulau Taliabu dialokasikan sebanyak 80% kepada pembangunan infrastruktur dan 20% kepada pemberdayaan masyarakat (Media Online, 2018).
Lagi-lagi pembangunan infrastruktur mendapat prioritas yang lebih tinggi dibanding  sisi pembangunan manusia. Logis memang, karena infrastruktur cenderung membutuhkan dana lebih besar terutama di wilayah timur. Namun tentunya bukan tidak mungkin, 20% dana pemberdayaan  masyarakat mampu dimaksimalkan sebaik mungkin untuk pembangunan manusia di Pulau Taliabu. Karena target pembangunan tidak hanya pada pencapaian angka, tapi juga dalam pemerataan, khususnya di dalam wilayah Malut sendiri.


Pembangunan Paralel
Pembangunan infrastruktur dan pembangunan manusia, adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus berjalan secara sinergis dan paralel. Malut masih memiliki satu tanggungan dalam hal ini, yakni di Pulau Taliabu. Pembangunan infrastruktur yang seringkali dijadikan ukuran pembangunan, selayaknya tidak dinilai secara independen dan dijadikan satu-satunaya prioritas. Ukuran pembangunan harus juga mencakup manusia atau masyarakat. Karena pada hakikatnya, pembangunan infrastruktur adalah alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang sebenarnya, yaitu pembangunan manusia.(*)


*Telah dipublikasikan di harian Malut Post edisi Kamis, 17 Mei 2018 


artikel lainnya yang telah dipublikasikan media:
Mencermati Neraca Perdangan Luar Negeri Maluku Utara

Thank You for Reading My Blog!

Kalau tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke siapapun yang kalian pikir perlu ikut membaca :)

Comments

    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment